BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan
Pustaka
Koloid adalah suatu
campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di mana
partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang dipecah)
tersebar secara merata di dalam zat lain (medium pendispersi/ pemecah). Ukuran
partikel koloid berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud dapat berupa
diameter, panjang, lebar, maupun tebal dari suatu partikel.
2.2 Pengertian
Kata koloid berasal
dari bahasa Yunani kolla yang berarti lem, karena dahulu koloid dianggap mirip
lem. Klasifikasi koloid yang pertama diajukan oleh Von Weimar dan Ostwald,
istilah sistem terdispersi diperkenalkan, dan ukuran partikel digunakan sebagai
faktor utama dalam klasifikasi dan karakterisasi koloid.
Koloid adalah zat yang
terdiri atas medium homogen dan partikel yang terdispersi di dalamnya. Namun,
tidak semua sistem terdispersi merupakan koloid.
Menurut Lumière dan
Staudinger, semua koloid dapat digolongkan menjadi koloid molekuler dan koloid
asosiasi (miselar). Partikel koloid molekuler adalah makromolekul tunggal, dan
strukturnya kurang lebih sama dengan struktur molekul kecil, yaitu atom-atom
terikat oleh ikatan kimia sejati. Contoh: tepung, polyvinyl chloride (PVC),
spherocolloids seperti glikogen, albumin, dan sebagainya.
Struktur koloid
asosiasi agak berbeda. Partikel koloid miselar bukan molekul besar tetapi
agregat dari banyak molekul kecil atau kelompok atom yang terikat oleh ikatan
sekunder, seperti kohesi atau gaya van der Waals.
Koloid mudah dijumpai
di mana-mana: susu, agar-agar, tinta, sampo, serta awan merupakan contoh-contoh
koloid yang dapat dijumpai sehari-hari. Sitoplasma dalam sel juga merupakan
sistem koloid. Kimia koloid menjadi kajian tersendiri dalam kimia industri
karena kepentingannya.
2.3 Jenis -
Jenis Koloid
Sistem koloid tersusun
dari fase terdispersi yang tersebar merata dalam medium pendispersi. Fase
terdispersi dan medium pendispersi dapat berupa zat padat, cair, dan gas.
Berdasarkan fase terdispersinya, sistem koloid dapat dikelompokkan menjadi 3,
yaitu :
1. Sol (fase terdispersi padat)
a. Sol padat adalah sol dalam medium
pendispersi padat
Contoh: paduan logam, gelas warna,
intan hitam
b. Sol cair adalah sol dalam medium
pendispersi cair
Contoh: cat, tinta, tepung dalam air,
tanah liat
c. Sol gas adalah sol dalam medium
pendispersi gas
Contoh: debu di udara, asap pembakaran
2. Emulsi (fase terdispersi cair)
a. Emulsi padat adalah emulsi dalam
medium pendispersi padat
Contoh: Jelly, keju, mentega, nasi
b. Emulsi cair adalah emulsi dalam medium
pendispersi cair
Contoh: susu, mayones, krim tangan
c. Emulsi gas adalah emulsi dalam medium
pendispersi gas
Contoh: hairspray dan obat nyamuk
3. BUIH (fase terdispersi gas)
a. Buih padat adalah buih dalam medium
pendispersi padat
Contoh: Batu apung, marshmallow,
karet busa, Styrofoam
b. Buih cair adalah buih dalam medium
pendispersi cair
Contoh: putih telur yang dikocok,
busa sabun
Untuk pengelompokan buih, jika fase
terdispersi dan medium pendispersi sama-
sama berupa gas, campurannya
tergolong larutan.
2.4 Sifat –
Sifat Koloid
I. Efek Tyndall
Salah satu cara
menentukan koloid yaitu dengan menjatuhkan seberkas cahaya kepada obyek.
Larutan bersifat meneruskan cahaya sedangkan koloid bersifat menghamburkan
cahaya. Berkas cahaya yang melalui koloid dapat diamati dari arah samping
walaupun partikel koloidnya tidak tampak. Jika partikel terdispersinya
kelihatan maka sistem disebut suspensi. Efek Tyndall adalah peristiwa
penghamburan cahaya oleh partikel-partikel koloid. Contoh peristiwa efek
Tyndall adalah sorot lampu pada malam yang berkabut, sorot lampu proyektor di
ruangan yang berasap, dan berkas sinar matahari melalui celah daun pohon pada
pagi yang berkabut.
II. Gerak Brown
Gerak zig-zag partikel koloid secara
terus-menerus disebut gerak Brown. Gerak Brown menunjukkan kebenaran teori
kinetik molekul yang menyatakan bahwa molekul-molekul dalam zat cair selalu
bergerak cepat. Gerak Brown terjadi akibat tumbukan yang tidak seimbang dari
molekul-molekul medium terhadap partikel koloid. Semakin tinggi suhu, semakin
cepat gerak berlangsung karena energi kinetik molekul medium meningkat sehingga
menghasilkan tumbukan yang lebih kuat. Gerak inilah yang menyebabkan
patikel-partikel koloid tidak mengendap karena dapat mengatasi gaya gravitasi.
III. Elektroforesis
Partikel koloid dapat
bergerak dalam medan listrik dan mempunyai muatan. Pergerakan partikel koloid
dalam medan listrik disebut elektroforesis. Bila partikel koloid menyerap ion
pada permukaannya, maka partikel koloid akan bermuatan listrik.
Partikel koloid
bermuatan positif bila mengadsorpsi kation, misalnya Al(OH)3, Fe(OH)3, protein
dalam asam, dan sebagainya. Sebaliknya, partikel koloid akan bermuatan negatif
bila mengadsorpsi anion, misalnya As2S3, belerang, sol logam, kanji, dan
sebagainya.
Jika sepasang elektroda
yang dialiri arus listrik dicelupkan ke dalam dispersi koloid, maka partikel
koloid bermuatan positif akan bergerak menuju katoda dan partikel kolid
bermuatan negatif akan bergerak menuju anoda.
Elektroforesis
bermanfaat untuk menentukan muatan suatu partikel koloid dan dapat diterapkan
untuk mengurangi zat-zat pencemar udara yang dikeluarkan dari cerobong asap
pabrik.
IV. Adsorpsi
Partikel koloid
mempunyai kemampuan untuk menyerap molekul atau ion pada permukaannya sehingga
memiliki muatan listrik yang disebut adsorpsi. Sol Fe(OH)3 dalam air
mengadsorpsi ion positif hingga bermuatan positif, sedangakan sol As2S3 dalam
air mengadsorpsi ion negatif sehingga bermuatan negatif.
Sifat adsorpsi dari
koloid digunakan dalam berbagai proses, misal:
• penyembuhan sakit perut oleh serbuk
karbon (norit), yang di dalam usus membentuk sistem koloid untuk mengadsorpsi
gas atau zat racun.
• Proses pewarnaan kain.
• Pemutihan gula tebu. Gula yang masih
berwarna dilarutkan dalam air kemudian dialirkan melalui tanah diatomae dan
arang tulang sehingga zat warna dalam gula akan diadsorpsi dan gula menjadi
putih bersih.
• Proses penjernihan air. Air ditambahkan
alumunium sulfat sehingga terhidrolisis membentuk Al(OH)3 yang berupa koloid
yang dapat mengadsorpsi zat warna dan pencemar dalam air.
V. Koagulasi
Koagulasi adalah
peristiwa penggumpalan partikel-partikel koloid karena adanya suatu elektrolit
dengan muatan yang berlawanan. Apabila muatan koloid dilucuti maka kestabilan
akan berkurang dan menyebabkan penggumpalan. Pelucutan muatan koloid terjadi
pada sel elektroforesis atau jika elektrolit ditambahkan ke dalam sistem
koloid. Apabila arus listrik dialirkan cukup lama ke dalam sel elektroforesis
maka partikel akan digumpalkan ketika mencapai elektroda. Makin besar muatan
ion makin kuat daya tariknya dengan partikel koloid sehingga makin cepat
terjadi koagulasi.
Beberapa contoh
koagulasi:
• pada pengolahan karet, partikel-partikel
karet dalam lateks digumpalkan dengan penambahan asam asetat atau asam format
sehingga karet dapat dipisahkan dari lateksnya.
• Partikel tanah liat yang dikandung air
sungai akan mengendap ketika bertemu dengan air laut yang mengandung banyak
elektrolit sehingga terjadi delta di muara sungai.
• Jika bagian tubuh mengalami luka maka ion
Al3+ atau Fe3+ segera menetralkan partikel albuminoid yang dikandung darah
sehingga terjadi penggumpalan darah yang menutupi luka.
• Lumpur koloidal dalam air sungai dapat
digumpalkan dengan menambahkan tawas. Sol tanah liat dalam air biasanya bermuatan
negatif sehingga akan digumpalkan oleh ion Al3+ dari tawas (aluminium sulfat).
• Asap atau debu dari pabrik/industri dapat
digumpalkan dengan alat koagulasi listrik dari Cottrel.
VI. Koloid Pelindung
Pada beberapa proses
ketika suatu koloid harus digumpalkan, ada koloid yang perlu dijaga agar tidak
menggumpal. Sistem koloid dapat distabilkan dengan penambahan suatu koloid lain
yang disebut koloid pelindung (koloid protektif). Koloid pelindung ini akan membungkus
partikel terdispersi sehingga tidak dapat lagi berkelompok dan menggumpal.
Contoh:
• pembuatan es krim menggunakan gelatin
untuk mencegah pembentukan kristal besar es atau gula.
• Cat dan tinta dapat bertahan lama karena
menggunakan suatu koloid pelindung.
• Zat-zat pengemulsi seperti sabun dan
detergen, juga tergolong koloid pelindung.
VII. Dialisis
Pada permukaan suatu
koloid, seringkali terdapat ion-ion yang dapat mengganggu kestabilan koloid
tersebut. Ion-ion pengganggu ini dihilangkan dengan suatu proses yang disebut
dialisis. Dalam proses ini, sistem koloid dimasukkan ke dalam suatu kantung
koloid, lalu kantung koloid itu dimasukkan ke dalam bejana berisi air mengalir.
Kantong koloid terbuat dari selaput semipermeabel, yang dapat melewatkan
pertikel-partikel kecil, seperti ion-ion atau molekul sederhana, tetapi menahan
partikel besar seperti koloid. Dengan demikian, ion-ion keluar dari kantong dan
hanyut bersama air. Misalnya proses cuci darah.
VIII. Koloid Liofob dan Koloid Liofil
Koloid yang memiliki
medium dispersi cair dibedakan atas koloid liofil dan koloid liofob. Suatu
koloid disebut koloid liofil jika terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar
antar zat terdispersi dengan mediumnya. Partikel-partikel koloid dapat mengadsorpsi
cairan sehingga terbentuk selubung cairan disekeliling partikel koloid. Jika
cairannya berupa air maka istilahnya adalah hidrofil. Koloid hidrofil mempunyai
gugus ionik atau gugus polar di permukaannya sehingga mempunyai interaksi yang
baik dengan air. Butir-butir koloid liofil atau hidrofil dapat mengadsorpsi
molekul mediumnya sehingga membentuk suatu selubung. Hal tersebut disebut
solvatasi atau hidratasi sehingga koloid terhindar dari agregasi. Sol hidrofil
tidak akan menggumpal pada penambahan sedikit elektrolit. Zat padat yang
dipisahkan dari sol hidrofil bila dicampurkan kembali dengan air dapat kembali
membentuk sol hidrofil, atau dengan kata lain bersifat reversible. Contoh sol
hidrofil adalah kanji, protein, dan agar-agar.
Koloid hidrofob adalah
sistem koloid yang gaya tarik-menarik antar zat terdispersi dengan mediumnya
sangat lemah atau tidak ada. Partikel-partikel koloid tidak mengadsropsi
cairan. Jika cairannya berupa air maka disebut hidrofob. Koloid hidrofob tidak
stabil dalam medium polar seperti air tanpa kehadiran zat pengemulsi atau
koloid pelindung. Zat pengemulsi membungkus partikel koloid sehingga tidak
terjadi koagulasi. Sol hidrofob dapat mengalami koagulasi pada penambahan
sedikit elektrolit. Sekali zat terdispersi dipisahkan, tidak akan membentuk sol
kembali dengan air. Contoh sol hidrofob adalah sol sulfida dan sol-sol logam.
Hidrofil Hidrofob
mengadsorpsi medium tidak mengadsorpsi medium
dapat dibuat dalam
konsentrasi relatif besar stabil pada
konsentrasi kecil
tidak mudah menggumpal
pada penambahan elektrolit mudah
menggumpal pada penambahan elektrolit
viskositas lebih besar
daripada medium viskositas hampir
sama dengan medium
reversible irreversible
efek Tyndall lemah efek Tyndall lebih jelas
2.5 Cara Pembuatan
Koloid
Ukuran partikel koloid
terletak antara partikel larutan sejati dan partikel suspensi. Oleh karena itu,
sistem koloid dapat dibuat dengan pengelompokkan (agregasi) partikel larutan
sejati atau menghaluskan bahan dalam bentuk kasar kemudian didispersikan ke
dalam medium pendispersi. Cara yang pertama disebut cara kondensasi, sedangkan
yang kedua disebut cara dispersi.
2.5.1 Cara Kondensasi
Dengan cara kondensasi
partikel larutan sejati (molekul atau ion) bergabung menjadi partikel koloid.
Cara ini dapat dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks,
hidrolisis, dan dekomposisi rangkap, atau dengan pergantian pelarut.
1. Reaksi Redoks
Reaksi redoks adalah
reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi.
Contoh:
• Pembuatan sol belerang dari reaksi antara
hidrogen sulfida (H2S) dengan belerang dioksida (SO2), yaitu dengan mengalirkan
gas H2S ke dalam SO2.
2H2S (g) + SO2 (aq)
2H2O (l) + 3S (koloidal)
• Pembuatan sol emas dari reaksi antara
larutan HAuCl4 dengan larutan K2CO3 dan HCHO (formaldehida).
2HAuCl4 (aq) + 6K2CO3
(aq) + 3HCHO (aq) 2Au (koloidal) + 5CO2 (g) + 8KCl (aq) + 3HCOOK (aq) + KHCO3
(aq) + 2H2O (l)
2. Hidrolisis
Hidrolisis adalah
reaksi suatu zat dengan air.
Contoh:
• Pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis
FeCl3. Apabila ke dalam air mendidih ditambahkan larutan FeCl3 akan terbentuk
sol Fe(OH)3.
FeCl3 (aq) + 3H2O (l)
Fe(OH)3 (koloid) + 3HCl (aq)
3. Dekomposisi Rangkap
Contoh:
• Sol As2S3 dapat dibuat dari reaksi antara
larutan H3AsO3 dengan larutan H2S.
2H3AsO3 (aq) + 3H2S
(aq) As2S3 (koloid) + 6H2O (l)
• Sol AgCl dapat dibuat dengan mencampurkan
larutan perak nitrat encer dengan larutan HCl encer.
AgNO3 (aq) + HCl (aq)
AgCl (koloid) + HNO3 (aq)
4. Penggantian Pelarut
Contoh:
• Larutan jenuh kalsium asetat dicampur
dengan alkohol akan terbentuk suatu koloid berupa gel.
2.5.2 Cara
Dispersi
1. Cara Mekanik
Butir-butir kasar
digerus dengan lumpang atau penggiling koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan
tertentu, kemudian diaduk dengan medium dispersi.
Contoh:
• Sol belerang dapat dibuat dengan
menggerus serbuk belerang bersama-sama dengan suatu zat inert (seperti gula
pasir), kemudian mencampur serbuk halus itu dengan air.
2. Cara Peptisasi
Cara peptisasi adalah
pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan
suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pemeptisasi memecahkan butir-butir kasar
menjadi butir-butir koloid. Istilah peptisasi dikaitkan dengan peptonisasi,
yaitu proses pemecahan protein (polipeptida) yang dikatalisis oleh enzim
pepsin.
Contoh:
• Agar-agar dipeptisasi oleh air,
nitroselulosa oleh aseton, karet oleh bensin.
Endapan NiS dipeptisasi
oleh H2S dan endapan Al(OH)3 oleh AlCl3.
2.5.3 Cara Busur
Bredig
Cara busur Bredig
digunakan untuk membuat sol-sol logam. Logam yang akan dijadikan koloid
digunakan sebagai elektroda yang dicelupkan dalam medium dispersi, kemudian
diberi loncatan listrik di antara kedua ujungnya. Mula-mula atom-atom logam
akan terlempar ke dalam air, lalu atom-atom tersebut mengalami kondensasi
sehingga membentuk partikel koloid. Jadi, cara busur ini merupakan gabungan cara
kondensasi dan cara dispersi.
2.6 Penggunaan
Koloid dalam Kehidupan
Sistem koloid banyak digunakan
pada kehidupan sehari-hari, terutama dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat digunakan untuk
mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan
bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar.
Berikut adalah aplikasi
koloid :
Jenis industri Contoh aplikasi
Industri makanan Keju, mentega, susu, saus salad
Industri kosmetika dan
perawatan tubuh Krim, pasta gigi,
sabun
Industri cat Cat
Industri kebutuhan
rumah tangga Sabun, deterjen
Industri pertanian Peptisida dan insektisida
Industri farmasi Minyak ikan, pensilin untuk suntikan
Berikut adalah
penjelasan mengenai aplikasi koloid :
1. Pemutihan Gula
Gula tebu yang masih
berwarna dapat diputihkan. Dengan melarutkan gula ke dalam air, kemudian
larutan dialirkan melalui sistem koloid tanah diatomae atau karbon. Partikel
koloid akan mengadsorpsi zat warna tersebut. Partikel-partikel koloid tersebut
mengadsorpsi zat warna dari gula tebu sehingga gula dapat berwarna putih.
2. Penggumpalan Darah
Darah mengandung
sejumlah koloid protein yang bermuatan negatif. Jika terjadi luka, maka luka
tersebut dapat diobati dengan pensil stiptik atau tawas yang mengandung ion-ion
Al3+ dan Fe3+. Ion-ion tersebut membantu agar partikel koloid di protein
bersifat netral sehingga proses penggumpalan darah dapat lebih mudah dilakukan.
3. Penjernihan Air
Air keran (PDAM) yang
ada saat ini mengandung partikel-partikel koloid tanah liat,lumpur, dan
berbagai partikel lainnya yang bermuatan negatif. Oleh karena itu, untuk
menjadikannya layak untuk diminum, harus dilakukan beberapa langkah agar
partikel koloid tersebut dapat dipisahkan. Hal itu dilakukan dengan cara
menambahkan tawas (Al2SO4)3.Ion Al3+ yang terdapat pada tawas tersebut akan
terhidroslisis membentuk partikel koloid Al(OH)3 yang bermuatan positif melalui
reaksi:
Al3+ +
3H2O à Al(OH)3
+ 3H+
Setelah itu, Al(OH)3
menghilangkan muatan-muatan negatif dari partikel koloid tanah liat/lumpur dan
terjadi koagulasi pada lumpur. Lumpur tersebut kemudian mengendap bersama tawas
yang juga mengendap karena pengaruh gravitasi.
2.7 Perbandingan Sifat Koloid, Larutan dan
Suspensi
Sifat Larutan (Dispersi Molekuler) Koloid Suspensi
(Dispersi Kasar)
Sifat homogen (tak dapat dibedakan) meski
menggunakan mikroskop ultra secara
makroskopis homogen, tetapi heterogen jika diamati dengan mikroskop ultra heterogen (campuran)
Diameter Partikel <10-9 m 10-9-10-7 m >10-7
m
Fase satu fase dua
fase dua fase
Kestabilan stabil umumnya
stabil tidak stabil
Penyaringan dan
Pemisahan tidak dapat disaring dan tidak
memisah ketika didiamkan dapat disaring
hanya dengan penyaring ultra dan tak memisah ketika didiamkan dapat disaring dan memisah ketika didiamkan
Penampakan jernih, meneruskan cahaya tidak jernih menghamburkan cahaya
Contoh larutan gula susu air kopi